Info PPA FIS 2011

Kamis, 28 Juli 2011

Berkanaan dengan  PPA FIS 2011 UNNES bagi para mahasiswa baru HARAP mencermati HAL berikut:
tanggal 16 Agustus: TM mengenai PPA dan upacara hari peringatan Kemerdekaan RI
tempat                    :gedung C7 lantai 3
pukul                     :08.00 WIB

pakaian bebas standar kuliah
tanggal 17 Agustus  :upacara Hari Kemerdekaan RI
tanggal 18-20 Agustus:PPA
Pakaian
:Hem kain warna putih panjang,polos
sabuk hitam,standar
celana hitam kain bukan jeans
rok panjang  kain(wanita)_
sepatu fantofel warna hitam
kaos kaki putih
dasi hitam polos tak bermotif
Yang tidak berjilbab tetap rok dan hem panjang
#jilbab  warna hitam kain segi empat
ket.rambut:pria rapi
wanita:bila panjang di ikat 1
co cord:ukurannya sebesar KTP to KTM(Kartu tanda Mahasiswa)
kertas putih dan formatnya Nama panggilan dan jurusan
info mengenai OKPT hub.gugus latih pramuka fis
Atas perhatiaanya terimakasih
a.n. Advokasi Bem FIS UNNES
#sebarkan

Refleksi Peradaban Majapahit Melalui Peninggalan Reruntuhannya

Minggu, 03 Juli 2011


SENI KRIYA
Seni kriya Majapahit di bagi menjadi 3 menurut bahan yang di pakai sebagai media pengungkapan,yaitu keramik,batu,dan logam.
1.Seni Kriya Bahan Batu
Keramik berasal dari kata Yunani Kuno keramos yang berarti “ bahan yang telah dibakar”, istilah ini menunjuk pada semua benda yang terbut dari tanah liat bakar. Selain istilah keramik dikenal istilah lain untuk menyebut benda-benda tanh liat bakar yaitu terakota. Istilah terakota sebenarnya dapat digunakan untuk menyebut segala benda yang terbuat dari tanah liat bakar, namun dalam prakteknya istilah ini hanya dipakai untuk barang tembikar yang diberi lapisan glasir.
Dari penelitian diketahui bahwa teknologi pembuatan keramik berkembang dari yang sederhana, yang hanya menggunakan jari-jari tangan unytuk membuat bentuk yang diinginkan, sampai cara yang lebuh maju, yaitu dengan membuat alat bantu, seperti tatap landas, roda putar sampai alat pencetak. Cara pembakarannyapun berkembang dari pembakaran ditempat terbuka, yang hanya menghasilkan suhu rendah sampai pembakarn dalam tungku yang dapat menghasilkan suhu tinggi. Dari masa kemasa keramik telah mengambil peranan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, studi tentang telah memberikan peluang pada ahli arkeologi untuk dapat memahami aspek kehidupan manusia masa lampau secara lengkap.
Di Trowulan dan sekitarnya dipercaya sebagai situs bekas Kerajaan Majapahit, telah ditemukan keramik-keramik tidak berglasir (terakota) dalam jumlah melimpah bentunya bermacam-macam, antara lain bata, genteng, miniatur bangunan, patunng kecil, jobong( dinding sumur), bak air, dll. Temuan tersebut ditemukan bersama-sama dengan keramik dari China, Vietman, dan Thailand.  Berikut contoh seni kriya bahan keramik kerajaan Majapahit :
a.       Patung Manusia
Di Trowulan ditemukan patung-patung kecil tidak berglasir (terakota). Patung-patung kecil tersebut menggambarkan anak-anak, wanita, dan laki-laki yang bervariasi. Variasi tersebut antara lain :

·        Tata rambut
Tata rambut tampak yaitu rambut dipotong pendek, dikuncung, dikucir, disanggul, dan digelung. Namun sebagian besar digambarkan memiliki rambut lurus.
·        Tutup kepala patung
Berbentuk sorban, tekes, caping, kopiah, mahkota, dan topi berbentuk setengah bola dengan tonjolan bulat kecil dipundaknya.
·        Pakaian
Menggunakan kain panjang, kemben, selendang, dan baju panjang
·        Bentuk dan sikap tubuh
Bentuk tubuh ada yang gemuk, sedang, langsing, cebol, torso.
Patung terakota juga terdapat perbedaan dalam penggarapannya, yaitu kasar dan halus. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan konsumen. Patung yang kasar untuk anak-anak atau masyarakat kelas bawah, sedang yang halus untuk kalangan atas. Patung-patung kecil tersebut dibuat dengan tangan, cetakan, dan kombinasi keduanya. Patung yang dibentuk dengan cetakan diketahui dengan ditemukannya beberapa cetakan kepala, dan sebuah cetakan yang menggambarkan bagian belakang tubuh seorang wanita dalam posisi berdiri. Cetakan hanya digunakan sekali. Dapat disimpulakan bahwa penyelesaian bagian lain dari kepala serta pembuatan bagian tubuhnya dibuat dengan tangan. Kepaka yang wajahnya dibuat dengan cetakan ditandai dengan bagian leher yang dibentuk memanjang dan mengecil diujungnya. Bentuk leher yang memanjang dimaksudkan sebagai penguat hubungan kepala dengan tubuhnya yang dibuat dengan jari tangan. Digunakan cetakan untuk mebuat patung terakota menunjukkan bahwa pembuatan patung dilakukan secara massal. Teknik mencetak leher panjang menurut Muller berasal dari Cina. Sehubungan dengan hal itu Muller berpendapat bahwa perkembangan seni keramik Majapahit selain karena daya kreativitas yang dimiliki seniman Majapahit sendiri, juga karena dirangsang oleh pengaruh dan kehadiran orang Cina di Majapahit. Keberadaan komunitas Cina dibuktikn dengan adanya terakota kecil yang menggambarkan wajah anak-anak Cina, satu diantaranya digambarkan memakai baju Cina, tanpa mengenakan celana, satu diantaranya memakai baju Cina, tanpa mengenakan celana. Adapun rambut dicukur halus kecuali segumpal yang dibiarkan tersisa diubun-ubun. Ditemukan juga patung Lohan Pu-tai Ho-sang dan kepala patung yang menggambarkan seorang bangsawan Cina, berkumis, berjenggot, dan memakai tutup kepala berbentuk topi setengah bola yang dipuncaknya ada tonjolan bulat kecil. Ada empat kemungkinan fungsi dari patung terakota kecil tersebut.
1.      Patung Manusia Sebagai Mainan Anak-anak dan Boneka Pertunjukan
Dapat dicatat bahwa diantara patung-patung kecil ada yang penggambarannya sangat mirip dengan penggambaran tokoh-tokoh yang terdapat dalam relief candi. Dengan demikian patung-patung tersebut dahulu ada yang dipakai sebagai boneka pertunjukan dengan lakon tertentu baik yang dipentaskan secara sungguh-sungguh maupun hanya sebagai permainan.
2.      Patung Manusia sebagai Kelengkapan Upacara Keagamaan
Pada saat ditemukan, banyak kepala patung yang sudah terpisah dari tubuhnya. Muller mencoba menkaitkan banyaknya kepala patung yang terlepas dari tubuhnya, dengan data yan terdapat di Thailand. Menurut Coedes dibeberapa tempat di Thailand masih ada kebiasaan menempatkan boneka kecil dari tanah liat atau kertas karton pada altar untuk para arwah pada saat tahun baru. Boneka tersebut dipercaya memikul dosa yang dilakukan oleh anggota keluarga ditahun-tahun yang telah lalu, bersamaan dengan rusaknya boneka karena faktor iklim, secara berangsur-angsur berkurang pula dosa tersebut. Coedes percaya bahwa upacara tersebut merupakan kelanjutan dari upacara yang lebih kuno, yang didalamnya ada upacara pemenggalan kepala.
3.      Patung Manusia sebagai Hiasan Bangunan
Di Trowulan ditemukan patung manusia yang menggunakan caping dalam bentuk torso, yang dibagian bawah dibuat melengkung dan sudah patah di semua sisi, dapat diketahui bahwa patung ini dahulu digunakan sebagai penghias genteng bubungan rumah.
4.      Patung Manusia Sebagai Kotak Uang



Ditinjau dari ukuran dan lubang kotak uang, maka dapat diketahui bahwa yang ditabung adalah uang logam yang pipih bentuknya.Bentuk uang semacam ini banyak ditemukan di situs Trowulan baik yang berupa kepeng cina maupun uang perak jawa dengan satuan masa.
            Temuan uang kepeng cina yang sangat melimpah merupakan bukti nyata atas berita Ma Huan sewaktu ia berkunjung ke Ibukota Majapahit  pada awal abad ke XV.Eksport uang tembaga cina ke jawa memang luar biasa, hal ini menyebabkan di cina sendiri kekurangan mata uang tembaga.Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah cina berusaha membatasi keluarnya uang tembaga dari negerinya.
C. Miniatur Bangunan
            Disamping patung-patung terakota kecil yang menggambarkan binatang dan manusia, di Trowulan banyak ditemukan miniature bangunan yang terbuat dari keramik tidak berglasir.Ditinjau dari bentuknya, miniature ini ada yang menggambarkan bangunan suci (candi) dan bentuk bangunan rumah.
            Dilihat dari bentuk atapnya bangunan rumah ada yang beratap tajuk, kampong, limasan, dan gonjong.Penutup atap ada yang terbuat dari genteng, sirap, bambu dan ijuk atau rumbia.Bangunan yang ada dapat dibedakan jadi bangunan terbuka tanpa dinding serta bangunan tertutup.Pada umumnya bangunan berdiri diatas batur yang tinggi, ada yang berbentuk rumah panggung (berkolong) dan ada yang tidak.
            Menurut Selarti miniature bangunan rumah ini berfungsi sebagai : 1) benda upacara baik yang berhubungan dengan persembahan atau penguburan, 2) model dalam suatu maket untuk perencanaan tata pemukiman.
            Interpretasi fungsi miniatur bangunan rumah sebagai benda upacara persembahan atau penguburan didasarkan pada analogi hasil penelitian para ahli terhadap temuan sejenis yang terdapat di  situs lain.Sebagai contoh di Filipina juga terdapat temuan miniatur bangunan yang terbuat dari terakota.Menurut Solheim II, miniatur tersebut dianggap sebagai tempat bersemayam dewa kesuburan dan biasanya diletakkan di dalam lumbung padi dengan tujuan agar para dewa berkenan melipatgandakan hasil panen.Kemudian di Kediri dan Ponorogo terdapat miniatur bangunan dari batu yang oleh Groeneveldt disebut sebagai lumbung padi. Groeneveldt menduga bahwa miniatur lumbung padi ini digunakan untuk memuja dewa Sri dengan cara ditempatkan di dekat sawah.Stutterheim menolak pendapat ini, dia menduga bahwa miniatur bangunan itu ada hubungannya dengan penguburan.Pendapat Stutterheim antara lain didasarkan pada perbandingan dengan cara penguburan di Toraja dan Batak, yang juga menggunakan miniature rumah sebagai peti kubur dan lambing atau tanda akhir penguburan.Selanjutnya di Kalimantan Tengah terdapat miniature rumah yang disebut sandong.
d. Bentuk-bentuk Lain
Disamping semua bentuk-bentuk yang telah diuraikan diatas, di Trowulan telah ditemukan bentuk-bentuk lain seperti pembungkus tiang dan berbagai macam bentuk wajah yang mencerminkan ketinggian cita rasa seniman Majapahit. Hal ini disinggung oleh Kempres (1959:99), Muller (1978: 84-90), Fontein (1990: 279-281). Pembungkus tiang tersebut berbentuk tabung dengan penampang lingkaran dan bujur sangkar.
Diantara bentuk-bentuk wadah yang paling menarik adalah kendi yang ceratnya berbentuk susu (mammiform spout). Meskipun kendi ini pada umumnya polos tanpa hiasan, nemun bentuknya sendiri sudah indah dan khas, dilihat dari bentuknya kendi Majapahit mirip dengan kendi Vietnam sehingga masih menjadi perdebatan.
Beberapa aspek penting yang dapat dicatat ialah :
1.      Keramik telah dimanfaatkan secara luar biasa oleh para seniman Majapahit sebagai media pengungkapan kreativitas.
2.      Hasil ungkapan dapat memberikan gambaran tentang orang-orang yang ada di Majapahit termasuk orang asing, tentang berbagai jenis binatang dan tentang bentuk bangunan rumah.
3.      Tradisi menabung terbyata telah dikenal pada masa


A.     Kondisi Peninggalan Koleksi di Museum Trowulan
keberadaan Museum Trowulan tentu tidak dapat dilepaskan dari kerajaan Majapahit. Kondisi ini ditandai oleh ribuan koleksi yang di display  pada areal museum mulai dari mata uang, perhiasan lampu, alat musik, senjata perang, pedupaan, genta untuk pengiring pembacaan doa dalam upacara keagamaan, dan masih banyak lagi peninggalan yang lainnya.
Luas area Museum 57.255 meter persegi terdiri dari areal penggalian situs Majapahit, dan  bangunan museum, terdapat pula beberapa fasilitas, seperti toko souvenir Amerta yang menjual berbagai macam cindra mata, kaos, pigora, mushola dan lahan parkir kendaraan roda dua maupun roda empat. Didalam ruangan koleksi benda-benda kuno juga terdapat Prasasti Alasantan. Sebuah prasasti yang menceritakan pada tanggal 5 Kresnapaksa bulan Badrawada tahun 861 saka (6 September 939 m), Sri Maharaja Rakai Halu Dyah Sindok Sri Isana Wikrana memerintahkan agar tanah di alasantan di bawah kekuasaan Bawang Mapapan (Ibu dari Rakryan Mapatih 1).
Masuk menuju ruang pertama, pengunjung diajak menikmati koleksi logam, ruang koleksi Prasejarah, koleksi batu dan koleksi tanah liat, tepat dibelakang museum terdapat ruangan  peninggalan situs trowulan berupa batu-batu candi, dan patung-patung dijaman kerajaan Majapahit.
Sebelum memasuki ruang koleksi, di tengah sudut ruangan atau di lobi museum, terdapat batu surya Majapahit, batu surya ini sebagai lambang atau simbol  Majapahit, perwujudan sinar matahari,  yang berbentuk 4 lingkaran dan 1 pusat utama, maksudnya Siwa (Pusat), Iswara (Timur), Mahadewa (Barat), Wisnu (Utara), Brahma (Selatan), Sambhu (Timur laut), Rudra (Barat daya), Mahesora (Tenggara), dan Sangkara (Barat laut) sedangkan Dewa Minor sebagai sinar yang memancar Dan disebutkan juga Surya Majapahit sebagai lambang Negara Majapahit.

Ac0nggend0et2051.jpg
Di situs Majapahit ini tersimpan lebih dari 80.000 koleksi, 60.000 diantaranya berupa uang logam. Koleksi museum Trowulan yang dipamerkan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1.      Koleksi Tanah Liat
a.       Koleksi terakota Manusia


DSC05501.JPG

Gambar diatas merupakan miniatur terakota manusia.



Á       Terakota wanita

Terakota wanita ini digambarkan baik dalam sikap berdiri atau duduk memangku anak dan sedang memetik binih atau rabana. Gaya rambutnya bermacam-macam serta memakai subang dan hiasan di telinga, pakaiannya memakai kain kemben dan diselempangkan diatas pundak. Arca ini digunakan untuk mengambarkan status pada masa Majapahit. dan fungsinya untuk hiasan.
DSC05512.JPG

Á       Terakota laki-laki
Terakota laki-laki dibagi menjadi pendeta, siswa, bangsawan, rakyat biasa. Arca pendeta digambarkan dengan rambut disanggul diatas kepala dan tangan disilangkan diatas dada. Bangsawan memakai hiasan lengkap dan didahinya terdapat urna. Rakyat berambut pendek, tidak memakai baju dan bertutup kepala.
1.JPG

Arca terakota dengan wajah dideformasi : arca yang wajahnya dibuat lebih buruk dari wajah biasanya. Misalnya: wajahnya mirip kera, pipi tembem, hidung pesek, bibir tebal dan mata sipit. Fungsinya menggambarkan tokoh punakawan untuk yang berwajah lucu.  Sedangkan yang berwajah kera menggambarkan lakon pada tokoh ramayana.

DSC05549.JPGDSC05550.JPG

Á       Terakota anak-anak
Salah satu jenis arca kecil bersikap berdiri atau duduk, berpipi tembem serta berambut kuncung untuk anak laki-laki dan dikucir untuk anak perempuan. Kadang-kadang anak perempuan rambutnya dihiasi oleh sirkam. Arca anak dibuat langsung dengan teknik gores, cukil, pres.
DSC05551.JPG

Á       Terakota orang asing
Pada masa Majapahit telah ada bangsa asing. Mereka terkait dalam hubungan ekonomi, agama, politik. Ciri arca orang Cina: sipit, rambut disisir kebelakang, berkumis, badan gemuk disisir ke belakang.
Ciri orang Arab: berhidung mancung, berkopiah.

b.      Alat-alat Produksi

c.       Alat-alat Rumah Tangga
IMG_0918.JPGTerakota ini merupakan salah satu jenis benda yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan oleh masyarakat Trowulan; terdapat 31 jenis artefak terakota yang terdiri dari wadah dan bukan wadah, terakota mempunyai fungsi sebagai wadah untuk menyimpan, makan minum memasak, menampung, menanam, melebur, dan menakar yang wujudnya amat beragam, sedangkan yang bukan wadah berfungsi sebagai unsur bangunan, sarana pengadaan air, perlengkapan masak-memasak, perlengkapan makan minum, alat bermain, penghias (pajangan), dan pelengkap upacara.

2.      Koleksi Batu
Di Majapahit berkembang seni kriya bahan batu yang menghasilkan berbagai bentuk arca dengan gaya tersendiri yang bersifat ke Majapahitan.
DSC05473.JPG
Gambar Arca Ganesa dari bahan batu andesit
DSC05478.JPG
Gambar Lingga dan Yoni dai bahan batu
sebagai perwujudan laki-laki dan perempuan.
3.      Koleksi Keramik
Koleksi keramik ini kebanyakan diimport dari luar seperti Cina, Thailand (Sawanlehalok dan Sukothai), Kamboja dan Vietnam untuk ditukarkan dengan rempah-rempah. Majapahit belum bisa menghasilkan porselin sendiri (belum ditemukan baik alat maupun bahannya). Sehingga dapat disimpulkan pada masa itu sudah dikenal hubungan internasional, baik jalur perdagangan maupun politik dugaan ini didasarkan atas temuan porselin asing diwilayah Trowulan. Porselen ini berupa alat sehari-hari yang mewah. Porselen ini ditemukan dalam keadaan masih utuh maupun sudah pecah atau fragmen. Peninggalan dari bahan dasar porselen ini berupa:
a.       Guci
Banyak di jumpai di Indonesia sejaka adanya hubungan ekonomi, politik dan agama antara Indonesia dan luar negeri pada awal masehi. Guci berfungsi sebagai alat upacara maupun alat rumah tangga antara lain sebagai tempat anggur, air dan lain sebagainya.

IMG_0910.JPG

b.      Ubin
Ada dua jenis ubin. Yang pertama adalah ubin lantai dengan ciri-ciri pada bagian alasnya datar. Kedua, ubin dinding dengan ciri-ciri bagian alasnya terdapat kaki yang berfungsi sebagai pijakkan agar tidak jatuh. Para ahli mmenyatakan bahwa kedua jenis ubin ini dibuat di Vietnam sesuai pesanan dari Majapahit dengan motif gaya Asia Barat (Arab).
c.       Piring, mangkok dan sendok.
d.      Vas, tempayan dan botol
e.       Cupu
Cupu ini berbentu bulat, terdiri atas dua bagian yaitu wadah dan tutup. Fungsinya sebagai wadah penyimpanan benda berharga.
f.        Buli-buli
Pada umumnya berbentuk bulat seperti bola. Bermulut kecil dan berkaki pendek, fungsinya sebagai wadah minyak, ramuan obat-obatan, dan peralatan upacara.

4.      Koleksi Logam
Koleksi logam ini berupa:
a.       Belencong
Ac0nggend0et2026.jpg
b.      Hiasan Pintu
Ac0nggend0et2030.jpg



c.       Perhiasan
Ac0nggend0et2039.jpg

d.      Mata uang
Ac0nggend0et2036.jpg

e.       Perlengkapan binatang
Ac0nggend0et2032.jpg
f.        Alat rumah tangga
Ac0nggend0et2034.jpg
g.       Alat musik

5.      Koleksi Kayu
Koleksi kayu yang ada di museum Trowulan merupakan bukan tinggalan Majapahit, tetapi tinggalan masa kolonial yaitu berupa kursi.
Ac0nggend0et2045.jpg

B.     Kolam Segaran
v     Seputar Segaran
Kolam segaran pertama kali ditemukan oleh seorang Belanda, Ir. Marc Lain Pont bekerjasama dengan Bupati Mojokerto pertama yaitu Kromojoyo pada tahun 1926. Sejak ditemukan hingga saat ini, telah beberapa kali dilakukan pemugaran yaitu pada tahun 1966, 1974, dan 1984. Bagi Kabupaten Mojokerto Kolam Segaran merupakan salah satu situs peninggalan Kraton Majapahit, yang dituahkan dan dibanggakan masyarakat Trowulan khususnya dan Mojokerto pada umumnya.
Kolam ini memiliki panjang 375 meter, lebar 175 meter, tebal tepian 1,6 meter dengan kedalaman 2,88 meter. membujur arah timurlaut – baratdaya. Dindingnya dibuat dari bata yang direkatkan tanpa bahan perekat. Ketebalan dinding 1,60 meter. Di sisi tenggara terdapat saluran masuk sedangkan di sisi barat laut terdapat saluran keluar menuju ke Balong Dowo dan Balong Bunder.
 Sebagai pembatas, kolam ini menggunakan konstruksi batu bata. Dan uniknya, batu bata tersebut hanya ditata sedemikian rupa tanpa perekat dan hanya digosok – gosokkan satu sama lain. Saluran air masuk ke kolam ada di bagian tenggara. Sedangkan di sebelah selatan sudut timur laut dinding sisi luar terdapat 2 kolam kecil berhimpitan, sementara di sebelah barat sudut timur terdapat saluran air menembus sisi utara. Di bagian tenggara terdapat saluran air masuk ke kolam dan saluran air keluar di bagian barat laut. Sumber air kolam berasal dari Balong Bunder dan Balong Dowo yang berada di sebelah selatan dan barat daya kolam. Dan pintu masuknya terletak di sebelah barat, dengan bentuk tangga batu kuno. Selain dari dua sumber air tersebut, air dalam kolam Segaran juga berasal dari air hujan. Oleh karena itu, kolam tersebut selalu dipenuhi air dengan ketinggian 1,5 hingga 2 meter selama musim penghujan. Letak Kolam Segaran sekitar 500 meter arah selatan jalan raya Mojokerto – Jombang. Dengan ukuran yang sangat besar itu, kolam yang menjadi salah satu simbol kejayaan Kraton Majapahit ini, diakui beberapa ahli anthropologi nasional sebagai kolam kuno terbesar di Indonesia.

Kolam Segaran memperoleh air dari saluran yang berasal dari Waduk Kraton. Balong Bunder sekarang merupakan rawa yang terletak 250 meter di sebelah selatan Kolam Segaran. Balong Dowo juga merupakan rawa yang terletak 125 meter di sebelah barat daya Kolam Segaran. Hanya Kolam Segaran yang diperkuat dengan dinding-dinding tebal di keempat sisinya, sehingga terlihat merupakan bangunan air paling monumental di Kota Majapahit.
 Foto udara yang dibuat pada tahun 1970an di wilayah Trowulan dan sekitarnya memperlihatkan dengan jelas adanya kanal-kanal berupa jalur-jalur yang bersilangan saling tegak lurus dengan orientasi utara-selatan dan barat-timur. Juga terdapat jalur-jalur yang agak menyerong dengan lebar bervariasi, antara 35-45 m atau hanya 12 m, dan bahkan 94 m yang kemungkinan disebabkan oleh aktivitas penduduk masa kini.
Kanal-kanal di daerah pemukiman, berdasarkan pengeboran yang pernah dilakukan memperlihatkan adanya lapisan sedimentasi sedalam empat meter dan pernah ditemukan susunan bata setinggi 2,5 meter yang memberi kesan bahwa dahulu kanal-kanal tersebut diberi tanggul, seperti di tepi kanal yang terletak di daerah Kedaton yang lebarnya 26 meter diberi tanggul. Kanal-kanal itu ada yang ujungnya berakhir di Waduk Temon dan Kali Gunting, dan sekurang-kurangnya tiga kanal berakhir di Kali Kepiting, di selatan Kota Majapahit. Kanal-kanal yang cukup lebar menimbulkan dugaan bahwa fungsinya bukan sekedar untuk mengairi sawah (irigasi), tetapi mungkin juga untuk sarana transportasi yang dapat dilalui oleh perahu kecil.
     Kanal, waduk dan kolam buatan ini didukung pula oleh saluran-saluran air yang lebih kecil yang merupakan bagian dari sistem jaringan air di Majapahit. Di wilayah Trowulan gorong-gorong yang dibangun dari bata sering ditemukan ukurannya cukup besar, memungkinkan orang dewasa untuk masuk ke dalamnya. Candi Tikus yang merupakan pemandian (petirtaan) misalnya, mempunyai gorong-gorong yang besar untuk menyalurkan airnya ke dalam dan ke luar candi. Selain gorong-gorong atau saluran bawah tanah, banyak pula ditemukan saluran terbuka untuk mengairi sawah-sawah, serta temuan pipa-pipa terakota yang kemungkinan besar digunakan untuk menyalurkan air ke rumah-rumah, serta selokan-selokan dari susunan bata di antara sisa-sisa rumah-rumah kuno. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Majapahit telah mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap sanitasi dan pengendalian air.
Melihat banyak dan besarnya bangunan-bangunan air dapat diperkirakan bahwa pembangunan dan pemeliharaannya membutuhkan suatu sistem organisasi yang teratur. Hal ini terbukti dari pengetahuan dana teknologi yang mereka miliki yang memungkinkan mereka mampu mengendalikan banjir dan menjadikan pusat kota terlindungi serta aman dihuni.

v     Fungsi Kolam Segaran
Diduga dulunya kolam ini berfungsi sebagai waduk dan penampung air, yang merupakan wujud kemampuan kerajaan Majapahit akan teknologi bangunan basah, para ahli memperkirakan kolam ini sama dengan kata ”Telaga” yang disebut dalam kitab Negarakertagama.
Selain itu, ada cerita yang menyebutkan bahwa kolam tersebut sering dimanfaatkan para Maharaja Majapahit untuk bercengkerama dengan permaisuri dan para selir kedatonnya. Kolam tersebut juga digunakan Maharaja Hayam Wuruk untuk menjamu tamu agung dari kerajaan Tiongkok. Fungsi yang lain yaitu untuk pemandian putri – putri raja. Kolam Segaran juga difungsikan sebagai tempat penggemblengan para ksatria laut Majapahit.
Dengan data sejarah yang tersimpan di Museum Trowiulan, juga berdasar variasi cerita rakyat yang berkembang, dapat disimpulkan bahwa pembuatan kolam Segaran memiliki prioritas utama penunjang perekonomian rakyat, khususnya di bidang pertanian. Itu terbukti dari fungsinya saat ini sebagai waduk pengairan untuk sawah-sawah masyarakat sekitarnya


v     Mitos Yang Berkembang
Kisah mistis keberadaan kolam ini, diawali saat pemugaran pertama dengan penemuan bandul jaring, kail pancing dari emas, dan sebuah piring berbahan emas dalam kondisi 60%. Semua penemuan itu tersurat di salah satu dinding Museum Trowulan. Posisinya di sebelah kanan batu Surya Majapahit.
Konon, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengadakan pesta besar karena kedatangan duta dari Tiongkok, angkatan perang negeri Tartar. Raja menyuguhkan hidangan dengan perkakas dari emas, mulai nampan, piring sampai sendok. Para tamu puas dan menilai, Majapahit memang negara besar yang patur dihormati. Setelah pesta usai, sebelum para tamu pulang, Hayam Wuruk ingin memperlihatkan kekayaan kerajaan yang terkenal sebagai negeri gemah ripah loh jinawi. Semua perkakas dari emas itu dibuang ke Kolam Segaran, tempat dimana pesta itu dilangsungkan. Karena benda-benda itu terkubur begitu lama, keberadaannya dikuasai makhluk gaib. Untuk mengangkat harta karun itu bukan persoalan gampang karena harus berhadapan dengan lelembut yang menguasai benda-benda tersebut.
            ”Dukuh Segaran dulu merupakan pawon sewu (dapur umum) untuk memasak ransum buat para ksatria laut dan ksatria Bhayangkara (angkatan darat, red) saat pelatihan di kolam Segaran,” tambah Joko Umbaran (58th).
Menurut pria yang juga sesepuh warga dukuh Segaran desa Trowulan ini, area kolan Segaran ini selalu digunakan Mahapatih Gajahmada untuk mempersiapkan pasukan Bhayangkara yang dikendalikan. Tempat latihan pasukan darat ini di lapangan Bubat (sebelah barat dukuh Segaran).

v     Kontroversi Masyarakat
             Kerajaan Majapahit adalah kerajaan yang senantiasa menjaga martabat dihadapan para tamu asing. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan perabot makan dari emas, sehingga prestise Majapahit dihadapan para tamunya sangat tinggi. Pencitraan kemakmuran dan kekayaan Majapahit itu dikuatkan dengan cerita rakyat, bahwa Majapahit sering menjamu para tamu asingnya di tepian kolam Segaran dan perabot makan yang kotor langsung dibuang ke dalam kolam.
Memang, sampai saat ini perjamuan makan masih menjadi kontroversi masyarakat. Sebab ada sebagian masyarakat beranggapan perabot makan yang dibuang ke kolam akan diambil kembali untuk dicuci, setelah para tamu asing itu meninggalkan acara perjamuan. Ada pula yang beranggapan, perabotan yang dibuang ke kolam itu tak pernah diambil lagi. Sehingga di zaman modern ini banyak ditemukan oleh beberapa masyarakat Trowulan yang beruntung.
            ”Soal kebenaran dari kebiasaan perjamuan di tepi kolam Segaran itu, sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. Pasalnya cerita rakyat yang berkembang itu berdasar dari persepsi dan temuan mereka,” kata Joko Umbaran sembari memandang kepulan asap kreteknya.
Dengan data sejarah yang tersimpan di Museum Trowiulan, juga berdasar variasi cerita rakyat yang berkembang. Pensiunan Dinas Purbakala Kab. Mojokerto ini menyimpulkan bahwa, pembuatan kolam Segaran memiliki prioritas utama penunjang perekonomian rakyat, khususnya dibidang pertanian. Itu terbukti dari fungsinya saat ini sebagai waduk pengairan untuk sawah-sawah masyarakat sekitarnya.
”Kisah mistis yang terbukti, tanaman padi yang diari oleh Waduk Segaran menghasilkan padi yang punel dan enak untuk dimakan,” ujarnya.

v     Arsitektur kolam segaran

        Dugaan tentang keberadaan sistem pembagian ruang kota yang berbentuk pola papan catur (grid) berdasarkan investigasi lansekap telah menunjukkan adanya keberadaan sumbu-sumbu khas kota Hindu-Buddha. Di Trowulan ditengarai terdapat keunikan berupa adanya simpangan sumbu utara magnet dan utara grid kota sebesar kisaran 10 derajat searah jarum jam (Hermanislamet 1999). Elaborasi antara kaitan arah mata angin dan sistem grid atau pola papan catur tersebut memang merupakan salah satu ciri kota-kota klasik dan penataan lansekap di Jawa dan Bali (Tuan 1971). Dengan demikian maka konsep sumbu tersebut adalah sesuatu yang jelas sangat diperhatikan sebagai salah satu elemen pengarah dan pengatur di dalam merencanakan pertumbuhan ruang-ruang kota Trowulan kala itu. Apabila dikaitkan dengan keberadaan tiang-tiang batu, Kolam Segaran dan Candi Minakjinggo maka didapatkan sebuah konstelasi yang identik sumbu barat-timur dari ketiga titik berat bidang-bidang empat persegi panjang. Dari kondisi tersebut maka secara arsitektural dapat disimpulkan bahwa ketiga obyek tersebut memiliki keterhubungan makna dan fungsi tertentu. Mengingat lokasi kawasan Kolam Segaran sebagai salah satu kawasan landmark pusat kota (Hermanislamet 1999) maka empat tonggak batu tersebut adalah berperan penting di dalamnya. Hal ini diperkuat pula oleh pendapat bahwa tonggak batu tersebut merupakan salah satu media atau ruang transisi dari moda transportasi air (jaringan kanal kota) ke transportasi darat (Wardani 2006). Sebagai contoh apabila kita berdiri menghadap ‘pintu gerbang’ Kolam Segaran dan diasumsikan berjalan ke arah barat-timur dari bagian paling barat tonggak-tonggak batu tersebut maka terjadilah sebuah sekuen (serial vision) yang sangat monumental berakhir menuju candi Menakjinggo dengan latar belakang jajaran gunung Penanggungan dan empat gunung di kelilingnya terhampar di bagian tenggara. Mungkin inilah satu-satunya sumbu terpenting berskala kota yang seharusnya dapat dipamerkan mewakili gambaran kota simbolis sesuai konsep makrokosmos berupa hubungan simbol segara (lautan yang diwakili Kolam Segaran) dan gunung khas masyarakat kota Hindu. Lebih jauh maka berdasarkan hal ini pula seharusnya konsep pengembangan lansekap site museum di Trowulan dapat terwujud lebih komprehensif dan kritis. Hal ini sangat penting dikemukakan mengingat sumbu-sumbu kuno tersebut nyaris tidak dapat dirasakan pada saat pengunjung atau turis memasuki kawasan kekunaan Trowulan kecuali sekadar mengobservasi situs-situsnya saja tanpa memahami bahwa mereka sedang berada di sebuah kota kuno terbesar dan terpenting di Nusantara dan Asia.
Memandang kondisi tongak-tonggak batu sebagai salah satu tetenger kota kuno yang sangat memprihatinkan tersebut dan apabila disadari sebagai salah satu obyek BCB (benda cagar budaya), sebaiknya tonggak-tonggak batu tersebut dapat dimanfaatkan atau dipamerkan sebagai obyek penting yang tujuannya dapat mewakili penggambaran ‘bentuk kota kuno Trowulan’ yang dahulunya merupakan sebuah kota simbolis (Hermanislamet 1999) terpenting di masa klasik akhir sejarah Indonesia (Tjahjono 1996) bagi para turis, budayawan, planolog dan arsitek yang meminati misteri-misteri sejarah dan peradaban kota di Indonesia. Usaha-usaha pelestarian arkeologi di kawasan Trowulan memang sangat beresiko, masih panjang dan berliku-liku. Meski demikian melalui paradigma baru serupa proyeksi pemanfaatan lansekap yang lebih kritis dan multi disiplin maka besar harapan penulis darinya di kemudian hari kawasan Trowulan segera dapat dimasukkan ke dalam obyek turisme dan arkeologi dunia sekelas World Heritage. Di sisi lain pula sudah saatnya segera dilakukan peninjauan kembali Rencana Induk Arkeologi tahun 1986 serta diperkuatnya Rencana Tata Ruang Kota Ibukota Kecamatan Trowulan yang lebih mengutamakan pemanfaatan lansekap vernakular dan lansekap arkeologi dengan motivasi-motivasi spasial terbaiknya.
C.     Pola Arsitektur Bangunan Profan Rumah Masa Majapahit Berdasarkan Situs
Sumber Penelitian Arsitektur Jawa Kuna
Untuk mengetahui bangunan kuna tersebut diperlukan sumber-sumber penelitian yang antara lain berupa:
1.    Tinggalan arkeologis berupa prasasti, relief, miniatur bangunan, pondasi bangunan,
          masjid kuna, keraton kuna dan lain-lain.
  2. Karya sastra
        Naskah: Nagarakertagama tulisan Mpu Prapanca, Arjunawijaya dan Sutasoma tulisan Mpu Tantular, Lubdhaka tulisan Mpu Tanakung, Kunjarakarna tulisan Mpu Dusun, Sudamala dan Sri Tanjung (tak diketahui penulisnya). Naskah dari jaman sebelum Majapahit, ialah Ramayana ditulis oleh Mpu Triguna, Sumanasantaka ditulis oleh Mpu Monaguna, Hariwangsa ditulis oleh Mpu Panuluh dan Wrttasancaya ditulis oleh Mpu Tanakung. Berita asing: huruf musafir Cina (Ma Huan tahun 1416 menerbitkan buku Ying-yai Sheng-lan; antara lain berisi deskripsi rumah-rumah di Tuban dan penulis Eropa (Maclaine Pont, G.P. Rouffaer dan Rijkloff van Goens).
Semua sumber sastra tersebut telah memberikan deskripsi tentang bentuk rumah di Jawa. Nama bentuk rumah-rumah itu diberi istilah: umah (rumah rakyat), graha (rumah pembesar), wisma (rumah dengan dinding bambu), mahanten (rumah di pegunungan beratap meru dari bahan ijuk dan bertiang empat atau enam untuk nyepi atau memadu kasih), yasa (balai pertemuan, dindingnya berhias lukisan dan lain-lain) dan rangkang (rumah kecil untuk tempat pertemuan.
Sumber prasasti menyebut nama bangunan waruga (semacam balai) dan baganjing (bangunan keagamaan; lihat prasasti Plumbangan tahun 1140 M). Selain nama bangunan, prasasti juga menyebut bangunan bertiang 8 (lihat prasasti Jaring tahun 1181 M) dan bangunan bertiang 8 dari kayu kuning serta bertirai dari kain halus (prasasti Kemulan tahun 1194 M).
Bentuk Rumah
    Sesungguhnya bentuk dan ukuran rumah dapat menunjukkan kelas masyarakat penghuninya. Rumah di lingkungan keraton berbeda dengan rumah untuk keagamaan dan rumah rakyat kecil. Rumah-rumah di zaman Majapahit masih memiliki bentuk sederhana. Melalui analogi perbandingan dengan relief dan bangunan lama, dapat disimpulkan bahwa bentuk dasarnya ada tiga macam yaitu tajuk, limasan dan kampung. Adapun rumah bentuk tajuk mempunyai empat tiang dan atap tajuk, rumah ini sering dipakai untuk tempat suci atau tempat ibadah.
Rumah Tinggal
     Ada dua bentuk rumah tinggal, yaitu limasan dan kampung yang datanya tampak pada relief. Penjelasan tentang bentuk rumah tinggal itu demikian:
1. Bentuk limasan ada lima macam yaitu:
-         Limasan pokok: bertiang empat
-         Limasan apitan: bertiang empat
-         Limasan bapangan: bertiang empat
-         Limasan traju mas: bertiang enam
-         Limasan sinom: bertiang delapan
2. Bentuk kampung: bertiang empat dengan atap kampung. Rumah ini umumnya dimiliki oleh rakyat.
Kita juga mengenal arsitektur Majapahit dan bangunan Profan (bukan bersifat religius) seperti gapura, pertirtaan dan kolam.
Potret arsitektur perkotaan Majapahit selintas tergambar dan sebuah kesaksian musafir Cina Ma Huan, si penulis Kitab Ying-Yai Sheng-Lan. Majapahit atau Man-Che-Po-i digambarkan sebagai tempat tinggal raja yang dikelilingi tembok bata. Keraton tampak seperti rumah bertingkat dan atapnya terbuat dari kayu tipis yang disusun seperti ubin keramik (sirap). Lantainya terbuat dari papan yang ditutupi anyaman tikar pandan atau rotan. Rumah penduduk biasa umumnya beratap jerami. Mereka memiliki peti dari batu yang dipakai untuk menyimpan harta milik. Berdasarkan berbagai sumber seperti relief candi di Jawa Timur dan miniatur rumah terakota, maka dapat diperkirakan bentuk arsitektur bangunan tinggal pada masa Majapahit. Pada masa awal diperkirakan konstruksi bangunan terbuat dari kayu yang berdiri di atas batur.
Di dalam rumah tersebut belum terdapat pembatas ruangan secara permanen Penutup atapnya genteng. Bangunan seperti ini mungkin digunakan sebagai pendopo atau bale, tempat istirahat, dan tidur. Pada masa akhir Majapahit, rumah tinggal sudah memiliki pembatas.
Berdasarkan berbagai sumber tertulis didapatkan pula gambaran mengenai tata ruang perkotaan Majapahit. Kota Majapahit berorientasi ke utara. Semua bagian penting berada di utara termasuk keraton. Pemukiman rakyat berada di sebelah selatan. Pola kota terbagi menjadi 9 zona yang dibatasi oleh jalan-jalan yang berpotongan. Tempat tinggal raja terletak di tengah, sedangkan bangunan suci berada di sebelah barat daya kota.
Namun demikian, hanya dengan pengujian arkeologis kita dapat memastikan apakah pola seperti mi yang digunakan pada masa Majapahit. Di Situs Trowulan ditemukan pula jenis-jenis barang yang terbuat dan lempung bakar atau terakota dalam jumlah yang sangat melimpah. Dapat disimpulkan bahwa ketika itu terakota sangat berperan dalam kehidupan penduduk kota. Terakota Majapahit dan Situs Trowulan amat kaya ragamnya, di antaranya seperti unsur bangunan (bata, genteng, jobong sumur, pipa saluran), wadah (periuk, pasu, kendi, tempayan, boneka, vas bunga), ritus religi (sesaji, meterai), dan alat kebutuhan praktis lainnya seperti timbangan, dan lampu (clupak). Sebagian besar terakota ini diduga merupakan buatan setempat karena ditemukan alat produksinya yang berupa pelandas. Selain terakota, di Situs Trowulan banyak ditemukan juga berbagai benda yang terbuat dari bahan logam dan batu seperti genta, guci amerta dan arca, yang telah memiliki nilai seni yang cukup tinggi.
Sebagai sebuah kerajaan besar yang berjaya pada sekitar abad 14-15 Masehi dengan kekuasaan mencakup seluruh nusantara, kerajaan Majapahit tentu juga akan memiliki peradaban yang cukup maju. Sebagai bukti adalah di kecamatan Trowulan-Kabupaten Mojokerto, sebuah daerah yang dulu menjadi pusat ibukota kerajaan Majapahit sangat kaya akan peninggalan bersejarah baik berupa bangunan-bangunan peninggalan kerajaan, saluran air, kolam, sisa bangunan rumah, maupun barang-barang bekas peralatan rumah tangga pada jaman itu.
Perkiraan Bentuk-bentuk Bangunan "Rumah"

Sebagai bekas kota, tidaklah heran bahwa salah satu jenis tinggalan arkeologi yang banyak ditemukan di Situs Trowulan ini adalah sisa-sisa bangunan. Baik sisa-sisa struktur bata dalam bentuk bekas tembok atau dinding, serta batu-batu kali maupun tanah liat bakar yang membentuk sisa-sisa lantai. Temuan lainnya artefak berupa genteng yang juga dibuat dari tanah liat bakar. Banyak di antaranya masih dalam keadaan utuh, sehingga kita bisa tahu adanya berbagai bentuk genteng yang ada di wilayah Trowulan ini pada masa lalunya.
Artefak yang tidak kalah menariknya adalah tinggalan berupa miniatur bangunan "rumah" yang dibuat dari tanah liar bakar. Bangunan yang terlihat dari terakota tersebut memiliki tiga dimensi yang menggambarkan rumah lengkap dengan komponen bangunannya. Bentuk atap rumah yang digambarkan menunjukkan bentuk tajuk atau limasan, dengan penutup atap digambarkan dibuat dari berbagai bahan (sirap, genteng, dll).
Hasil penelitian T.P. Galestin tahun 1936, memberikan pengetahuan kepada kita mengenai bentuk-bentuk arsitektur bangunan hunian masa Majapahit di Jawa Timur, yang dalam hal ini termasuk juga bangunan di "Kota Trowulan." Secara garis besar dikatakan bahwa ada bangunan yang bertiang satu, empat, lima, enam, dan delapan, memiliki denah dasar berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar, serta bentuk-bentuk atap berupa limasan atau kampung. Pengetahuannya itu didapat atas dasar penelitiannya terhadap relief-relief candi yang menggambarkan bentuk-bentuk "rumah" tinggal.
Penelitian Parmono Atmadi yang dipublikasikan pada tahun 1993 menyatakan bahwa rumah Majapahit dapat dibagi ke dalam tiga bentuk arsitektur, yaitu:
1)      bentuk arsitektur Jawa Kuno berupa konstruksi kayu dengan tiang langsung berdiri di permukaan tanah, dan ada kolong di bawah lantai;
2)      bentuk arsitektur Majapahit Lama, yaitu bangunan kayu yang berdiri pada batur, tetapi tidak mempunyai pemisah ruangan;
3)      bentuk arsitektur Majapahit Akhir yang pada dasarnya memiliki kemiripan dengan bentuk arsitektur Majapahit Lama, tetapi pada konstruksi ini telah dikenal adanya pemisahan ruangan.
Tahun 1999, dalam tesis S2nya Osrifoel Oesman yang telah melakukan analisis pada beberapa sisa-sisa struktur bangunan yang ditemukan di Situs Trowulan, menuliskan sketsa bangunan hunian Masa Majapahit, yang dibaginya ke dalam 3 bagian, yaitu:
1. kaki bangunan
2. badan bangunan
3. kepala bangunan
Menurutnya bangunan ada yang berdiri di atas batur tanpa umpak atau dengan umpak, serta tanpa batur dengan umpak langsung berdiri di tanah, serta bangunan tanpa batur dan umpak. Badan bangunan ada yang memperlihatkan dinding terbuka, setengah terbuka, dan dinding yang tertutup. Kepala bangunan, dengan atap berbentuk limasan, kampung, tajuk, dan pangang.
Sisa "Rumah" Berlantai Enam di Situs Kota Kuno Trowulan, Situs Kota Kuno Trowulan
Sesungguhnya bentuk dan ukuran rumah dapat menunjukkan kelas masyarakat penghuninya. Rumah di lingkungan keraton berbeda dengan rumah untuk keagamaan dan rumah rakyat kecil. Rumah-rumah di zaman Majapahit masih memiliki bentuk sederhana.
Lantai bangunan kuno ini terbuat dari tanah liat bakar berpola segi enam dengan panjang tiap sisinya 6 cm dengan ketebalan 4 cm. Bentuk lantai ini pada zaman sekarang dikenal dengan paving stone
Lantai segi enam ini bentuknya unik, karena selama ini belum pernah ditemukan bentuk yang sama pada situs situs Trowulam lainnya. Ukuran ubin sekitar 34 x 29 x 6,5 cm, pengikat antara ubin yang satu dengan lainnya menggunakan perkat tanah. Diperkirakan susunan lantai kuno ini merupakan peninggalan situs pemukiman kuno bercirikan bangunan profan berupa rumah tinggal pada masa kerajaan Mojopahit.
Ada berbagai teori dan pendapat tentang fungsi dan kegunaan batu umpak. Salah satunya adalah digunakan sebagai dasar pondasi untuk rumah pada masyarakat Majapahit. Kayu-kayu penyangga atap bangunan rumah diletakkan di atas batu umpak tersebut.
Ada berbagai teori dan pendapat tentang fungsi dan kegunaan batu umpak. Salah satunya adalah digunakan sebagai dasar pondasi untuk rumah pada masyarakat Majapahit. Kayu-kayu penyangga atap bangunan rumah diletakkan di atas batu umpak tersebut.
Tubuh bangunan agaknya tidak dibangun dari bata, karena di sekitar bangunan itu tidak ditemukan bata dalam jumlah besar yang sesuai dengan volumenya. Mungkin tubuh bangunan dibuat dari kayu (papan) atau anyaman bambu jenis gedek atau bilik. Ting-tiang kayu penyangga atap tentunya sudah hancur, agaknya tidak dilandasi oleh umpak-umpak batu yang justru banyak ditemukan di situs Trowulan, karena tak ada satu umpak pun yang ditemukan di sekitar bangunan. Tiang-tiang rumah mungkin diletakkan langsung pada lantai yang melapisi permukaan batur. Atap bangunan yang diperkirakan mempunyai sudut kemiringan antara 35-60 derajat ini ditutup dengan susunan genteng terakota berbentuk pipih empat persegi panjang (24 x 13 x 0,9 cm), jumlahnya sekitar 800-1000 keping genteng yang diperkirakan berdasarkan volume bangunan tersebut. Bagian atas atap dilengkapi dengan bubungan dan kemuncak, serta pada ujung-ujung jurainya dipasang hiasan ukel. Rekonstruksi bangunan rumah yang interprestasinya didasarkan atas bukti yang ditemukan di situs dapat dilengkapi melalui perbandingan dengan bentuk-bentuk rumah beserta unsur-unsurnya yang dapat kita lihat wujudnya dalam: (1) artefak sejaman seperti pada relief candi, model-model bangunan yang dibuat dan terakota, jenis-jenis penutup atap berbentuk genteng, sirap, bambu, ijuk: (2) rumah rumah sederhana milik penduduk sekarang di Trowulan; dan rumah-rumah di Bali.
Lepas dan golongan status sosial penghuni rumah ini, ada hal lain yang menarik, yaitu penduduk Majapahit di Trowulan, atau setidak-tidaknya penghuni rumah ini, telah dapat menggabungkan antara segi fungsi dan estetika. Halaman rumah ditata sedemikian rupa untuk rnenghindari genangan air dengan cara diperkeras dengan krakal bulat dalam bingkai bata. Di sekeliling bangunan terdapat selokan terbuka dengan bagian dasarnya berlapis bata untuk mengalirkan air dari halaman. Dilengkapi juga dengan sebuah jambangan air dan terakota yang besar, dan kendi terakota berhias. Gambaran seperti ini rupanya semacam taman pada halaman rumah. Di sebelah timur ada beberapa struktur bata yang belum berhasil diidentifikasi. Mungkin rumah yang ukurannya relatif kecil ini hanya merupakan salah satu dan kompleks bangunan rumah yang berada dalam satu halaman seluas 200-an meter persegi, dikelilingi oleh pagar keliling seperti kita dapati sekarang di Bali.